Tuesday, March 4, 2008

Entrepreneurial Dalam Koperasi

Oleh : Fauzi Sanusi

Pada awal tahun 90-an, kita sering mendengar istilah "koperasi berbasiskan kewirausahaan". Konsep ini sering disampaikan dalam pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar yang membahas tentang bagaimana meningkatkan dan mengembangkan kualitas gerakan koperasi agar pelaku ekonomi yang dimiliki oleh banyak orang ini dapat sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya (BUMN dan BUMS).

Koperasi akan dapat eksis dan berkembang, demikian kata para pakar kala itu, jika para pengelolanya memiliki sipirit of entrepreneurial, semangat atau jiwa kewirausahaan. Cirinya adalah inovativ, kreativ, mampu mengelola resiko, visioner bahkan menurut Peter F Drucker (1994), seorang wirausaha sejati adalah yang mampu menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Jiwa inovativ dan kreativ inilah yang akan memunculkan gagasan-gagasan baru dalam mengembangkan bisnisnya. Namun demikian, kreativitas dan inovasi tidak akan dapat direaliasikan jika tidak ditopang dengan keberanian dalam mengambil resiko.

Unsur-unsur penting dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan adalah destiney, courage, dan action (Ariwibowo-Sri Bawono-2004). Destiney dimaksudkan sebagai tujuan hidup yang jelas (life purpose). Seorang wirausaha memiliki arah yang jelas kemana dia harus melangkah, hal ini penting pada saat membuat berbagai keputusan dalam bisnisnya. Courage adalah keberanian untuk memutuskan. Keberanian untuk mengambil resiko. Sering sekali kita temui keragu-raguan yang dialami oleh pimpinan perusahaan untuk memulai dan memutuskan suatu terobosan bisnisnya, sehingga terkesan lamban sehingga dia kehilangan kesempatan. Padahal dalam bisnis, kesempatan tidak akan datang untuk yang kedua kalinya. Action merupakan aplikasi dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Bukan hanya NATO ( not action, talk only) tetapi keberanian untuk memulai dan mengambil resiko, itulah syarat mutlak keberhasilan wirausahawan. Keberanian dalam mengelola resiko memang hanya dimiliki oleh mereka yang berjiwa wirausaha. Pengertian berani disini adalah suatu tindakan yang disertai dengan perhitungan-perhitungan yang sangat cermat. Bukan keberanian yang membabi buta.

Pengusaha yang tidak memiliki mental wirausaha, akan berhenti hanya sebatas pada memunculkan ide dan gagasan semata. Itulah bedanya pengusaha dengan wirausaha. Wirausaha, menurut Sri Edi Swasono (1978), pasti pengusaha, akan tetapi tidak semua pengusaha adalah wirausaha. Pengusaha yang bukan wirausaha ketika akan merealisasikan gagasannya, dia akan berfikir berulang-ulang dan berkali-kali. Selalu dihantui dengan keraguan dan rasa takut terhadap resiko kegagalan. Dia tidak berani gagal. Oleh karena itu, Mario Teguh menganjurkan, "lebih baik mencoba kemudian gagal, daripada gagal untuk mencoba". Anak saya ketika berkeinginan untuk dapat mengendari sepeda, dia selalu gagal untuk mencoba karena takut terjatuh. Cukup lama dia tidak dapat mengendarai sepedanya karena selalu takut jatuh, sampai pada akhirnya dia berani mencoba dan akhirnya dia dapat mengendarai sepeda kesayangannya.

Pengusaha yang bukan wirausaha tidak memiliki kemampuan dan kecakapan dalam mengelola resiko, bahkan cenderung untuk menghindari resiko. Pengusaha jenis ini akan selalu mencari rasa aman, kegiatannya hanya rutinitas mengerjakan apa yang selama ini sudah ada. Mental seperti itu menurut Robert T Kiyosaki (2003) biasanya dimiliki oleh para employee (karyawan). Tapi saya tidak berani mengatakan bahwa karyawan tidak patut untuk mengelola badan usaha koperasi, sebab banyak koperasi karyawan di Indonesia ini yang telah modern dan maju bahkan mampu bersaing di pasar global.

Sudah saatnya koperasi dan para saudara kandungnya (baca : UKM), dikelola oleh para wirausaha sehingga dia akan menjadi organisasi bisnis yang tidak hanya profit driven, akan tetapi menjadi entrepreneurial driven corporation. Pengurus, dalam terminologi koperasi merupakan pemegang amanah RAT memiliki posisi yang sangat strategis untuk kemajuan Koperasi. Disamping memiliki jiwa wirausaha, pengurus harus memahami secara kaffah tentang esensi lembaga koperasi yang bertujuan untuk kesejahteraan para anggotanya. Demikian pula dengan karyawan (kalo ada), harus ditanamkan sikap profesional yang mengerti tentang apa yang dikerjakannya. Jika pertautan antara pengurus dan karyawan berkelindan secara harmonis, kemajuan dan perkembangan koperasi adalah sebuah keniscayaan. SEMOGA.

Penulis Artikel :
adalah mantan karyawan Primkokas dangan Jabatan terakhir Asisten Manager, tinggal di Cilegon, saat ini aktif sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi - Untirta, Serang dan Pengurus KADIN Cilegon serta aktif sebagai Enterpreneur.